Pada libur panjang akhir tahun 2016, aku memutuskan untuk pulang ke kampung halaman. Akhirnya, setelah sekian lama berada di perantauan, aku bisa berjumpa dengan keluarga tercinta. Entah sudah berapa lama aku tidak menginjakkan kaki di tanah kelahiranku ini. Sebab beberapa bulan belakangan aku sibuk bekerja sembari melanjutkan pendidikan di tanah rantau. Kini, aku bisa menikmati kembali suasana di kampung halaman untuk beberapa hari ke depan. Lumayan untuk melepas rindu. Namun, aku tak menduga kalau selama liburan ini akan mendapatkan pengalaman yang luar biasa.
Berawal dari Rindu
Menjadi seorang perantau membuatku begitu merindukan keluarga di kampung halaman. Meskipun jarak antara kampung halaman dan tempat perantauan hanya sekitar 4 jam menggunakan sepeda motor, tetapi selalu ada saja halangan untuk pulang kampung. Entah itu masalah kesehatan, tugas kuliah, atau bahkan pekerjaan yang menumpuk, semua itu sering membuat aku gagal melaksanakan rencana pulang kampung setiap bulan. Alhasil, aku pun menunda rencana tersebut. Dan baru bisa melaksanakannya setelah 3 atau 4 bulan kemudian. Jadi, aku hanya pulang kampung setiap 3 atau 4 bulan sekali.
Kini, aku bisa puas bercengkerama dengan keluarga dan menikmati suasana pedesaan di kampung halaman untuk beberapa hari ke depan. Pada liburan panjang kali ini, aku akan menggunakannya sebaik mungkin agar bisa mengobati rasa rindu bersama keluarga.
Selain rindu dengan keluarga, aku juga rindu dengan semesta, alam raya yang selalu menyajikan keindahannya. Maka dari itu ketika berada di kampung halaman, aku tidak hanya tinggal diam di kamar saja, tetapi juga merencanakan sebuah penjelajahan. Aku ingin mengunjungi pegunungan yang sejuk dan sunyi, dimana hanya ada suara burung-burung dan desiran angin saja di sana. Sebab aku sudah sangat jenuh dengan suasana perantauan yang merupakan kota industri berpolusi tinggi dan dipenuhi suara-suara bising.
Aku segera mencari referensi tempat yang kuinginkan di internet. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah tempat tersembunyi yang jarang diketahui orang. Tempat ini merupakan sebuah air terjun yang berada di ujung selatan Kabupaten Kuningan, yaitu Curug Ngelay. Jika dilihat dari google maps, letak Curug Ngelay cukup sulit untuk dijangkau. Maka dari itu, aku yakin bahwa suasana di sana pasti sangat sunyi karena tak banyak yang mengunjungi.
Aku pun memutuskan untuk pergi ke Curug Ngelay besok pagi. Segera kupersiapkan segala sesuatunya untuk menjelajahi Curug Ngelay, terutama persiapan pada sepeda motorku. Jangan sampai ada masalah dengan sepeda motor ini ketika sedang melakukan penjelajahan, bisa repot nantinya.
Perjalanan Menuju Keindahan
Keesokan harinya, aku kembali memeriksa perlengkapan yang akan dibawa untuk menjelajahi Curug Ngelay. Oh, iya. Pada perjalanan kali ini aku ditemani oleh sepupuku yang bernama Angga. Alasanku mengajaknya karena aku tidak mengetahui medan seperti apa yang akan dilalui untuk sampai di Curug Ngelay. Akan sangat berisiko apabila aku menjelajahi tempat yang belum diketahui sendirian. Maka dari itu, aku mengajak Angga untuk menemani. Lagi pula, Angga juga sedang libur sekolah.
Sebelum matahari mulai meninggi, aku dan Angga sudah melakukan perjalanan. Jika dilihat dari google maps, jarak dari rumah menuju Curug Ngelay lumayan jauh, yaitu sekitar 2.5 jam perjalanan. Ternyata rute menuju Curug Ngelay melewati Pasar Luragung, aku tahu jalan menuju ke sana. Namun, itu baru setengah perjalanan. Sedangkan setengah perjalanan lagi benar-benar tidak aku ketahui.
Meskipun menurut google maps lama perjalanan hanya sekitar 2.5 jam saja, tetapi aku mengestimasikan waktu perjalanan selama 3.5 jam. Mengapa demikian? Sebab ada kemungkinan kami kesasar karena belum pernah mendatangi Curug Ngelay. Maka dari itu, aku memberikan waktu selama 1 jam untuk kesasar dan beristirahat. Belum lagi jika ada masalah pada motor yang kami naiki, tentu waktu perjalanan akan semakin bertambah. Dengan alasan itulah aku memberikan waktu estimasi perjalanan yang lebih lama. Tujuannya, tentu agar kami berangkat lebih awal.
Setelah sekitar satu jam perjalanan, kami sudah sampai di Pasar Luragung. Aku cek di google maps, masih ada waktu sekitar 1.5 jam perjalanan lagi. Mulai dari sini, aku benar-benar tidak mengetahui kondisi jalan seperti apa yang akan kami lalui.
Saat berada di posisi seperti ini (hendak menjelajahi tempat yang belum diketahui), aku selalu merasakan dua hal, yaitu penasaran dan khawatir.
Penasaran, aku sangat ingin mengetahui seperti apa tempat yang akan kujelajahi ini.
Khawatir, aku sadar bahwa terkadang rencana yang sudah disusun dengan matang bisa dihancurkan oleh hal yang tak terduga.
Namun, pada penjelajahan kali ini, pada akhirnya dua perasaan tersebut terkalahkan oleh kekaguman.
Setelah melewati Pasar Luragung, kondisi jalan yang kami lalui masih sama seperti sebelumnya, yaitu berliku dan naik-turun. Kondisi jalan seperti itu masih wajar menurutku, mengingat Kabupaten Kuningan berada di kaki Gunung Ciremai sehingga jalanan akan dibuat melingkar mengikuti kontur tanah agar tidak terlalu curam.
Mulai dari sini, suasana perjalanan mulai berubah. Entah karena kami semakin menjauhi keramaian atau mungkin karena nimbostratus mulai menghiasi langit, tetapi yang jelas, suasana saat itu menjadi semakin syahdu. Apa lagi kondisi jalanan yang sangat lenggang, tak banyak kendaraan yang melintas.
Memasuki Kecamatan Selajambe, kondisi jalanan semakin sepi. Namun, bukannya merasa khawatir karena takut terjadi sesuatu, aku justru menikmati suasana itu. Di sepanjang jalan, kami melewati bentangan sawah terasering yang sangat rapi, hutan yang luas, dan pegunungan biru yang mempesona. Ketiganya seakan bergantian menemani perjalanan kami. Aku sungguh mengagumi panorama indah yang disajikan semesta ini. Bahkan, aku sampai menghentikan sepeda motor sejenak untuk menyapa pegunungan yang mengiringi.
Setelah puas berdialog dengan semesta sembari melepas lelah, kami kembali melanjutkan perjalanan. Sekitar 15 menit kemudian, kami sampai di Desa Bagawat. Desa dimana Curug Ngelay berada. Ini berarti sebentar lagi kami akan sampai di Curug Ngelay. Benar saja, tak berapa lama kemudian kami sampai di tempat parkir Curug Ngelay.
Sampai Di Curug Ngelay
Cuaca seakan merestui kedatangan kami. Sebab sesampainya di tempat parkir Curug Ngelay, nimbostratus kembali menutupi mentari. Secara otomatis, kulit kami pun dapat terlindungi dari panas yang terik.
Note: Apabila ingin mengunjungi Curug Ngelay disarankan menggunakan sepeda motor agar lebih mudah, sebab jalanan cukup sempit untuk dilalui mobil.
Oh, iya. Tempat parkir ini merupakan halaman rumah warga yang menyediakan jasa penitipan motor, jadi belum ada tempat parkir resmi dari pengelola Curug Ngelay. Jarak antara tempat parkir dan Curug Ngelay cukup jauh, yaitu sekitar 15 menit berjalan kaki.
Mulai dari tempat parkir, kami melanjutkan penjelajahan dengan berjalan kaki. Kondisi jalan yang harus kami lalui adalah hamparan persawahan yang luas. Bayangkan bagaimana jadinya kulit kami tanpa ada nimbostratus yang menghalangi mentari. Kami bersyukur karena sudah disambut baik oleh semesta.
Ketika sedang asik menyusuri persawahan yang indah dengan struktur teraseringnya, kami melihat Curug Ngelay dari kejauhan. Sangat mempesona, sehingga kami terdiam menyaksikannya. Kami pun berhenti sejenak untuk mengabadikan momen tersebut. Melihat panorama Curug Ngelay dari kejauhan, aku jadi teringat salah satu scene dari sebuah film. Namun, aku tidak bisa mengingat judul film apa itu. Ada yang tahu?
Setelah puas menikmati sejuknya persawahan dan pesona Curug Ngelay dari jauh, kami melanjutkan perjalanan. Kondisi jalan persawahan berubah menjadi rimbunnya pepohonan tatkala suara gemercik air terdengar di telinga kami. Selain itu, aku juga melihat sungai dengan air yang sangat jernih. Sepertinya sebentar lagi kami akan sampai di Curug Ngelay.
Benar saja, lima menit kemudian kami melihat dua air terjun yang sangat menakjubkan. Air terjun pertama berada di atas air terjun kedua, sehingga terlihat seperti bertingkat. Dimana air terjun pertama lebih tinggi dari pada air terjun kedua. Namun, lebar air terjun pertama lebih kecil jika dibandingkan dengan air terjun kedua. Pada air terjun pertama, air yang turun terpisah oleh bebatuan di atasnya sehingga menampilkan air terjun yang terbelah. Apabila masih bingung dengan penjelasanku, silakan lihat sendiri betapa indahnya Curug Ngelay sehingga tak bisa digambarkan dengan kata.
Aku dan Angga tidak buru-buru mendekat, melainkan menikmatinya terlebih dahulu dari tempat duduk yang cukup jauh dengan Curug Ngelay. Menurutku, di tempat duduk inilah spot terbaik untuk menikmati Curug Ngelay secara keseluruhan. Sebab dari tempat duduk ini, kedua air terjun dapat terlihat dengan jelas. Meskipun tidak terlalu dekat dengan Curug Ngelay, tetapi kami sudah bisa mendengar dan merasakan suara air yang jatuh. Sungguh sangat merdu melodi yang dimainkan oleh semesta untuk menyambut kedatangan kami.
Aku tak menyangka bisa mendapatkan keindahan di dalam kesunyian Curug Ngelay. Hampir tidak ada suara manusia di sini. Sebab hanya ada kami dan beberapa orang saja yang mengunjungi Curug Ngelay, bahkan di saat libur panjang seperti ini. Mungkin tidak berlebihan bila aku menyebut Curug Ngelay sebagai Surga yang Tersembunyi. Terlebih suasana syahdu yang tercipta dari komponen semesta seakan merasuk ke dalam hati dan memberikan ketenangan pada diri ini. Sunyi, sangat sunyi. Aku bisa merasakan semua beban dalam hidup ini pergi menjauh bersama dengan gemercik air yang jatuh.
Perlahan kaki ini melangkah mendekati Curug Ngelay. Hempasan angin yang berasal dari deburan air yang jatuh, terasa menerpa wajah dengan keras. Sementara itu, butiran air yang mengembun juga ikut menyerang tubuh kami. Semakin dekat dengan Curug Ngelay, semakin besar butiran-butiran air yang mengenai badan. Aku terus melangkah mendekat ke arah Curug Ngelay, seakan terhipnotis oleh keadaan yang begitu tenang. Hingga tak terasa, aku sudah berdiri tepat di samping derasnya air terjun.
Sejenak kupejamkan mata sembari menikmati dinginnya air pegunungan. Aku seperti berada di suatu tempat yang sangat damai dengan ditemani alunan suara air terjun yang membelah kesunyian. Segala emosi buruk seakan keluar dari hati, kemudian terbang bersama deburan angin yang menerpa wajah. Curug Ngelay, mengajarkan aku tentang arti kedamaian.
Seandainya aku membawa baju ganti, pasti aku akan membasahi diri dengan dinginnya air Curug Ngelay yang jernih. Sayangnya, saat itu persiapan kami kurang matang sehingga tidak bisa merasakan hempasan angin Curug Ngelay lebih dekat lagi.
Waktu seakan berjalan sangat cepat tatkala aku sedang menikmati ketenangan yang ditawarkan oleh Semesta. Tak terasa, sudah lebih dari dua jam aku berdiskusi dengan diri sendiri dalam kesunyian Curug Ngelay. Rasanya, jiwa dan raga tak mau berpaling dari surga yang tersembunyi ini.
Seandainya aku membawa perlengkapan untuk berkemah dan diperbolehkan untuk mendirikan tenda di sini, tentu aku akan bermalam di sekitar Curug Ngelay dengan ditemani suara-suara alam yang menghipnotis diri. Namun sayang, kami tidak membawa perlengkapan seperti itu. Mungkin suatu saat nanti aku dapat bermalam di sini, semoga dapat terkabulkan. Aamiin.
Kendati hati masih ingin merasakan ketenangan Curug Ngelay, tetapi comulonimbus yang mulai menghiasi langit seakan tidak merestuinya. Aku dan Angga harus kembali sebelum turun hujan. Sebab, jalanan yang harus dilalui cukup sulit, apalagi ketika hujan turun. Mau tak mau, aku harus pergi meninggalkan Curug Ngelay dengan segala keindahannya.
Aku yakin, suatu hari nanti pasti akan kembali ke tempat ini. Berdialog dengan diri sendiri di dalam kesunyian Curug Ngelay. Terima kasih semesta, telah membawaku menuju surga yang tersembunyi ini.
Harga Tiket Masuk Curug Ngelay
Harga tiket Curug Ngelay sangat murah, bahkan terlalu murah untuk keindahan yang ditawarkan. Hanya kurang dari Rp. 10.000 saja, kita sudah bisa menikmati surga yang tersembunyi ini. Berikut ini detail harga tiket masuk Curug Ngelay.
- Biaya masuk Rp. 5.000/orang.
- Biaya parkir Rp. 2.000/motor atau Rp. 5.000/mobil.
Note: harga tersebut bisa berubah sewaktu-waktu.
Lokasi Curug Ngelay
Curug Ngelay berada di Desa Bagawat Kecamatan Selajambe Kabupaten Kuningan. Jika masih bingung, silakan bisa cari di google maps dengan kata kunci Curug Ngelay atau pada titik koordinat berikut -7.101157, 108.483468. Bagi siapa pun yang ingin mengunjungi tempat ini, tolong jaga kebersihan dan ketertiban agar Curug Ngelay tetap asri. Jangan biarkan predikat ‘Surga yang tersembunyi’ hilang dari Curug Ngelay.