Ajimut Waled Cirebon

Ajimut (Bukit Maneungteung), Tempat Menghibur Diri dalam Sunyi

Bukit Maneungteung atau Ajimut merupakan sebuah wilayah dari jajaran perbukitan yang ada di sebelah selatan Kabupaten Cirebon. Meskipun tidak seterkenal tempat wisata lain yang ada di Kabupaten Cirebon, tetapi Ajimut masih menjadi tujuan utama bagi warga sekitar untuk menghabiskan waktu di akhir pekan. Saat masih kecil, aku sering mengunjungi bukit ini. Sekarang, entah sudah berapa lama aku tidak mengunjunginya. Sepertinya sudah sangat lama aku tidak menyambangi puncak Ajimut. Hingga akhirnya, suatu kesedihan membawaku kembali menapakkan kaki di puncak bukit ini.

Haru

Wabah virus covid-19 membuat semuanya berubah, termasuk rencana-rencana petualanganku. Pergerakanku seperti dibatasi, tak bebas pergi kesana kemari seperti dulu. Terlebih rasa penat terhadap pekerjaan membuatku semakin tak karuan, rasanya aku ingin pergi ke suatu tempat yang indah untuk menenangkan diri. Hingga akhirnya, aku memutuskan untuk mengambil cuti tahunan. Aku ingin lari dari penatnya pekerjaan sembari menenangkan diri di kampung halaman untuk beberapa hari ke depan.

Sesampainya di kampung halaman, aku segera menjalankan protokol kesehatan dan melakukan tes swab antigen. Alhamdulillah, hasilnya negatif. Aku pun bisa memuaskan diri untuk bercengkerama dengan keluarga tercinta. Aku sama sekali tidak merencanakan petualangan. Sebab aku sadar, di luar sana virus covid-19 masih menghantui.

Keesokan harinya (05-04-2021), aku melihat kedua sepupuku (kakak-adik) murung. Mereka sedih karena ditinggal ibunya yang akan menjadi pahlawan devisa ke luar negeri. Sangat sendu melihat pemandangan ini, terutama ketika ibunya berpamitan. Ah sudahlah, aku tak tega untuk menceritakannya.

Pahlawan Devisa

Singkat cerita, aku yang tidak tega melihat kedua sepupuku terus murung, berencana membawa mereka ke bukit Ajimut atau Bukit Maneungteung. Bukit ini letaknya tidak terlalu jauh dari rumahku, hanya sekitar 20 menit mengendarai motor. Jadi aku tidak terlalu memikirkan tempat tersebut tutup atau tidak karena covid-19. Terlebih aku ke bukit Ajimut bukan hari minggu, tentunya tempat ini akan sepi dari pengunjung sehingga dapat mengurangi risiko terpapar virus covid-19.

Oh, iya. Sepupuku yang besar bernama Putra dan adiknya bernama Uda. Awalnya, aku hanya ingin pergi bertiga dengan mereka. Namun, ternyata ibu dan adikku pun ingin ikut. Kebetulan, jadi kami bisa membawa 2 motor. Aku membonceng Putra, serta adikku membonceng ibu dan Uda. Setelah mempersiapkan semuanya, kami pun berangkat menuju Bukit Maneungteung atau Ajimut.

On The Way

Kami berangkat sekitar pukul 09.30 WIB. Di sepanjang perjalanan aku mencoba menghibur Putra. Walaupun hanya dengan candaan sederhana, aku harap itu bisa melupakan rasa sedihnya. Aku bisa tahu perasaan mereka. Meski air mata tak menetes, tetapi suasana hati yang mereka rasakan tak bisa disembunyikan dari pancaran matanya. Tujuanku membawa mereka ke Bukit Ajimut adalah untuk mencari ketenangan dan kejujuran hati di dalam sunyi. Aku tahu betul tempat ini, tempat yang akan ramai ketika hari minggu tiba, tetapi sangat sunyi dan sepi di hari-hari biasa.

OTW Bukit Ajimut Waled

Sekitar pukul 10.00 WIB kami sampai di bawah bukit. Kami segera menghampiri warung yang ada di situ untuk menitipkan motor sekaligus beristirahat sejenak sebelum mendaki ke puncak. Tempat parkir di sini dikelola oleh pemilik warung sekitar, jadi masih belum resmi. Aku sendiri tidak mengetahui status bukit ini, apakah sudah dikelola oleh pemerintah setempat atau belum. Meskipun demikian, bukit ini terbuka untuk umum dan selalu ramai didatangi oleh pengunjung pada hari minggu. Setelah puas beristirahat di warung, kami bergegas untuk naik ke puncak Bukit Ajimut sebelum matahari semakin terik.

Sampai Di Bukit Maneungteung Ajimut

Mendaki Bukit Ajimut

Saat kami mulai mendaki, aku bisa melihat kebahagiaan dari raut wajah kedua sepupuku. Mereka bahkan berlarian ketika mendaki seakan lupa dengan rasa sedih yang dialami. Apalagi untuk Uda, pendakian ini merupakan yang pertama kali baginya. Sedangkan Putra sudah pernah ke puncak Bukit Ajimut, tetapi itu beberapa tahun yang lalu dan sudah sangat lama tidak ke sini lagi. Ketinggian Bukit Ajimut sangat bersahabat untuk anak-anak sekalipun, sebab tingginya kurang dari 100 meter dan kondisi jalur pendakian pun sangat memudahkan karena sudah diaspal.

Di sepanjang perjalanan, mereka terus berlari sehingga meninggalkan kami. Aku terpaksa menyusul mereka, sebab ibu dan adikku berjalan dengan santai agar tidak menguras stamina. Sejujurnya, aku pun cukup kewalahan mengimbangi gerakan mereka. Di jalur dengan kemiringan yang cukup membuat stamina terkuras, mereka justru berlarian seakan tak merasakan lelah. Meskipun jalur pendakiannya bersahabat tetapi tetap bisa membuat tubuh ini berkeringat, terlebih aku jarang berolahraga.

Sepanjang pendakian ini, suasana yang tercipta sangat sunyi. Kami hanya bertemu dengan dua pengunjung saja. Sisanya, diwarnai dengan suara-suara burung dan decitan pepohonan yang sangat khas.

Mendaki Bukit Maneungteung Ajimut

Sebenarnya matahari bersinar sangat terik, tetapi rindangnya pepohonan seakan membantu kami agar terlindungi. Angin yang sesekali bertiup juga membantu kami dengan kesejukannya. Hanya suara-suara alam yang terdengar, sunyi. Semua ini mungkin cukup untuk sejenak melupakan sendu di hati kedua sepupuku. Lebih dari itu, aku berharap sendu itu sudah hilang.

Napasku mulai terengah-engah, tetapi mereka masih terus berlari. Luar biasa, pikirku. Aku jadi merasa malu karena tidak bisa mengimbangi gerakan sepupuku yang masih kecil. Bahkan sesekali aku menyuruh mereka untuk berhenti untuk menungguku. Aku bisa mengerti, mungkin mereka ingin segera sampai di puncak Bukit Ajimut.

Istirahat Di Bukit Ajimut

Sedangkan ibu dan adikku sudah tidak kuat lagi untuk melanjutkan pendakian. Mereka pun memutuskan untuk menunggu kami di samping jalur. Sebenarnya kondisi jalur ini sangat baik, terlebih sudah di aspal. Bagi seorang pendaki pro, kemiringan seperti ini mungkin tidak akan berarti. Namun, bagi kami yang tidak pernah mendaki dan bahkan jarang berolahraga, jalur ini cukup membuat lelah.

Berbicara kondisi jalur, aku melihat ada sedikit perubahan ketika terakhir kali ke sini. Aku tidak bisa menjelaskan detail perubahannya, tetapi intinya, perubahan itu bergerak ke arah yang lebih baik.

Jalur Pendakian Bukit Maneungteung Ajimut

Puncak Bukit Ajimut

Setelah berjalan beberapa menit dengan napas yang terengah-engah, akhirnya kami sampai di puncak Bukit Ajimut. Ketika berhasil mencapai puncak, Uda langsung berteriak meluapkan kegembiraannya. Aku hanya tersenyum melihatnya. Bagiku, itu adalah ekspresi kegembiraan seorang anak yang berhasil menemukan kebahagiaan di tengah kesedihannya. Namun, jika ibu tahu, beliau pasti akan melarangnya karena khawatir kesambet (diganggu makhluk halus).

Aku senang melihat mereka tertawa, tetapi sesaat kemudian berubah menjadi rasa geram ketika melihat beberapa aksi vandalisme yang ada di sana. Sejujurnya aku tidak mengerti dengan orang-orang yang suka mencoret-coret tempat yang seharusnya dijaga dengan baik. Aku hanya ingin menyampaikan satu kata untuk mereka “Tolol!”. Jika ingin eksis, cobalah dengan membuat prestasi, bukan dengan cara-cara bodoh seperti itu.

Puncak Bukit Maneungteung Ajimut

Di puncak Bukit Ajimut terdapat menara sebuah provider milik salah satu perusahaan telekomunikasi yang di indonesia. Di sampingnya terdapat bangunan yang mirip rumah dan ditutup dengan pagar, mungkin pusat penjagaan menara tersebut. Selain itu, terdapat beberapa warung juga. Namun, hanya ada satu warung saja yang buka. Mungkin karena bukan hari minggu, jadi pemilik warung yang lain memilih untuk tutup. Warung di puncak Bukit Ajimut ini sangat memudahkan, sebab keberadaannya membuat pengunjung tidak perlu khawatir akan perbekalan yang dibawa.

Tepat di samping kanan gerbang bangunan provider, terdapat tangga yang menuju ke arah Patung Perjuangan. Bisa dikatakan bahwa patung tersebut adalah puncak sejati dari Bukit Ajimut. Patung Perjuangan ini seharusnya dijaga dan dilindungi dengan baik karena mengandung nilai sejarah yang tinggi. Namun, sepertinya Patung Perjuangan ini tidak dikelola dengan maksimal.

Menuju Puncak Ajimut

Melihat ada tangga, sepupuku langsung menaikinya. “Hhhhhuuhhhh…” Napasku belum pulih dan mereka masih aktif dengan gerakannya. Aku segera mengikuti mereka untuk menaiki tangga menuju Patung Perjuangan. Tangga tersebut memang tak terlalu panjang, tetapi cukup untuk membuat napas kembali terengah-engah. Hanya sekitar 5 menit kami sudah sampai di bawah patung. Kondisi di sini lebih terbuka, sehingga kami bisa melihat pemandangan di bawah sana. Dulu, terakhir kali aku ke patung ini, terdapat banyak coretan yang mengotori. Namun, saat ini sudah tidak ada lagi. Sepertinya sudah dibersihkan oleh pengelola.

Patung Perjuangan Bukit Ajimut

Rasa dan Sunyi

Hanya ada kami bertiga di puncak sejati Bukit Ajimut. Suasana yang tercipta begitu sunyi, tetapi menenangkan. Uda segera menuju ke bibir jurang untuk melihat pemandangan indah di bawahnya. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah kami, mengalahkan panas matahari. Aku ingin mengenalkan ketenangan yang bisa didapatkan dalam sunyi kepada kedua sepupuku. Ketenangan yang mungkin bisa membuat manusia berteman dengan rasa sedihnya.

Kesunyian Bukit Ajimut

Rasakan kesedihanmu, bertemanlah dengannya, kemudian biasakan dirimu untuk tersenyum pada kesedihan itu”.

wikocak.com

Berteman dengan kesedihan memang sulit, tetapi waktu dan ketabahan hati bisa membantu. Selagi kedua hal tersebut berusaha membuat kesedihan itu sembuh, peran orang terdekat sangat berpengaruh. Maka dari itu, jika ditanya obat apa yang paling ampuh untuk menyembuhkan kesedihan? Kita sudah tahu apa jawabannya.

Lalu mengapa aku membawa mereka berdua ke tempat yang sunyi? Sederhana, aku ingin mereka berteman dengan diri sendiri, melihat isi hati, dan memahaminya. Tempat sunyi dan indah seperti ini akan memudahkan mereka untuk menerima kesedihan yang sedang dirasakan. Bukan untuk menolak kesedihan itu, tetapi agar bisa berteman dan membuatnya sembuh.

Aku tak banyak berbicara, kubiarkan mereka menikmati semesta. Setidaknya, itu bisa mengurangi rasa sedihnya.

Puncak Ajimut

Pulang

Puas menikmati keindahan puncak sejati Bukit Ajimut, aku segera mengajak Uda dan Putra untuk turun. Pasti adik dan ibuku sudah bosan menunggu di bawah, kasihan bila terlalu lama. Namun, sebenarnya tak masalah juga, hitung-hitung istirahat.

Sejujurnya aku sendiri masih betah di sini, tetapi mengingat waktu yang semakin siang, aku memutuskan untuk pulang. Sebab, teriknya matahari bukanlah teman yang tepat untuk menuruni bukit. Kami pun melangkahkan kaki dan meninggalkan puncak sejati.

Stamina kedua sepupuku seakan tidak ada habisnya. Bahkan, ketika turun pun mereka masih berlarian. Sehingga aku sering mengingatkan mereka agar tidak berlari karena berbahaya. Namun, di sisi lain, aku merasa senang melihat mereka yang sudah riang. Sepertinya, untuk sesaat mereka bisa melupakan rasa sedih yang ada di dalam hati. Aku berharap, mereka bisa segera berteman dengan kesedihan itu.

Di sisi lain, aku seperti bernostalgia ketika melewati jajaran pepohonan di kiri dan kanan jalan. Sesekali sinar matahari berhasil menembus rimbunnya pepohonan sehingga berhasil menyengat kulit. Walaupun sudah beberapa kali mengunjungi Bukit Ajimut, tetapi situasi dan suasana hati seperti ini seakan mengajarkan pengalaman baru.

Pulang

Kami segera menghampiri adik dan ibuku, kemudian segera menuju tempat parkir. Sebelum pulang, aku sengaja mampir ke warung yang ada di dekat tempat parkir. Aku ingin tahu apakah harga makanan dan minuman di sini tergolong mahal-mahal. Ternyata tidak. Harga makanan, minuman dan jajanan di sini masih terbilang normal.

Setelah puas menyantap jajanan warung dan menikmati suasana sungai yang ada di bawah Bukit Ajimut, kami pun bergegas pulang. Matahari saat itu sudah di tengah-tengah kepala kami, tanpa rindangnya pepohonan, panas mulai membakar kulit. Walaupun demikian, kami sangat bahagia bisa mengunjungi tempat ini. Terima kasih Tuhan, telah menciptakan keindahan semesta dalam bentuk Bukit Ajimut.

Sungai Bukit Ajimut

Sedikit Informasi tentang Bukit Ajimut

Bukit Maneungteung atau Ajimut termasuk ke dalam jajaran perbukitan yang ada di sebelah selatan Kabupaten Cirebon. Bisa dikatakan bahwa bukit ini merupakan perbatasan antara Kabupaten Cirebon dengan Kabupaten Kuningan. Jajaran bukit ini memiliki beberapa spot yang indah, salah satunya adalah tempat di sebelah selatan Bukit Ajimut yang memiliki pemandangan berupa tebing-tebing batu. Uniknya, tebing ini mirip dengan Tebing Hokage yang ada di anime Naruto. Aku biasa menyebutnya dengan nama Tebing Hokage Cirebon.

Jajaran bukit ini memanjang dari timur hingga barat Kabupaten Cirebon ‘Timur’. Di sebelah barat Bukit Ajimut, terdapat tempat sunyi yang tak kalah indahnya. Tempat tersebut menyajikan keindahan semesta berupa hamparan perbukitan yang mirip dengan bukit di serial Teletubbies. Di tengah perbukitan tersebut terdapat sebuah pohon beringin yang sangat besar, sehingga bisa dilihat dari kejauhan. Orang-orang biasa menyebut pohon ini dengan nama Pohon Satu. Aku sendiri menamakan tempat ini dengan sebutan Bukit Teletubbies Cirebon.

Monumen Perjuangan Maneungteung

Bukit Ajimut memiliki nilai sejarah yang tinggi karena dulunya pernah dijadikan sebagai benteng pertahanan dalam melawan penjajah. Menurut artikel yang ditulis pada website liputan6.com, di bawah bukit ini terdapat lima bunker dengan lima pintu. Keempat pintu mengarah ke Sungai Cisanggarung, sedangkan satu pintu melintas menuju hutan Pasaleman. Hingga kini, bunker yang berada di seberang sungai tersebut belum tersentuh karena khawatir dihuni oleh hewan buas.

Sebenarnya nama asli bukit ini adalah Maneungteung, tetapi warga sekitar lebih familiar dengan sebutan Ajimut. Menurut warga, asal-usul penamaan Ajimut (Azimut) berasal dari nama orang yang memegang proyek pembangunan menara provider telekomunikasi yang ada di atas Bukit Maneungteung. Entah mengapa, akhirnya orang-orang menyebut Bukit Maneungteung dengan sebutan Ajimut.

Lokasi Bukit Maneungteung Ajimut

Beberapa tahun silam, sisi sebelah selatan Bukit Ajimut sempat dieksploitasi untuk pembangunan jalan Tol Kanci – Pejagan. Hal tersebut sempat membuat khawatir karena eksploitasi dapat merusak ekosistem yang ada. Meskipun kini bekas eksploitasi tersebut sudah diperbaiki dan direboisasi, tetapi rasa khawatir akan eksploitasi di masa depan yang lebih mengancam masih membuat cemas. Semoga saja, tidak ada eksploitasi lebih lanjut. Aamiin.

Oh, iya. Bukit Ajimut berada di Desa Waled Desa Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Jajaran perbukitan ini merupakan perbatasan antara Kabupaten Cirebon dengan Kabupaten Kuningan.

Biaya masuk Bukit Ajimut, gratis, alias tidak dipungut biaya. Hanya saja, pengunjung yang membawa kendaraan akan dikenakan biaya parkir oleh pemilik warung yang ada di sekitar Bukit Ajimut. Biaya parkirnya yaitu Rp.2.000/motor dan Rp.5.000/mobil.

Semoga informasi ini bermanfaat.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top